Beranda

Sabtu, 16 Juli 2011

Manajemen Sumber Daya Perekonomiaan


A. 
1.      Sistem pengembangan perekonomian daerah berlandaskan kemampuan sumberdaya lokal
Pada awal abad ke 21 ini ditandai dengan tarjadinya perubahan yang radikal pada struktur ekonomi dunia. Keadaan perindustrian serta pola perdagangan dan industry inter nasional saat ini di warnai arus globalisasi, dalam bentuk tumbuh dan berkembangnya blok-blok kerja sama regional dan menyatunya wawasan dan kekuatan ekonomi besar.
Pengaruh globalisasi dengan cepat terserap pada struktur dan strategi badan usaha multi nasional {TNE:Trans National Enterprise}. Persaingan antar industry didunia telah berubah dengan munculnya kerja sama antara TNE yang selama ini bersaing, untuk mencapai tingkat keuntungan yang tinggi. Dampak persaingan bebas sering kali sulit untuk diantisipasi karena pengaruhnya dapat berbeda di setiap kawasan regional .
Keunggulan komparatif dari Negara bias di uraikan dalam sekmen keunggulan parsial yang di punyai oleh bagian kewilayahan yang khas dari suatu Negara, seperti provinsi atau kabupaten.dengan berjalanya otonomi daerah di indonesi, maka proses desentralisasi berjalan pada aspek perekonomian. Oleh karena itu perlu di tata kembali strategi pengembanggan perekonomiaan daerah yang bertumpuk pd potensi sumber daya lokal.
Dengan demikian jejas terlihat, bahwa dalam pemanfaatan sumber daya pembangunan selalu terkait persoalan-persoalan spesifik local dari sumberdaya. Selain sifat langka dan uniknya, pertimbangan perlu di berikan kepada adanya factor eksternalitas yang tidak terurai atau indivisibility serta kelangkaan spatial yang merupakan sumber dari monopoli alam {natural monopoly}.

a.      Pendekatan daya saing
dalam globalisasi, setidaknya terdapat tiga faktor utama daya saing atau yang mempengaruhi unggulan komparatif suatu Negara, yaitu :
1.      Tersedianya sarana produksi atau faktor produksi dan jumlah yang berbeda antara Negara yang satu dengan Negara yang lain. Faktor ini sering kali di sebut sebagai factor endowment. Dalam konteks perdanggangan antar wilayah bermakna tersedianya factor produknsi dalam jenis dan jumlah yang berbeda antar wilayah yang satu dengan wilayah lainya
2.      Economics of scale, yaitu adanya kenyataan bahwa dalam cabang-cabang produksi tertentu suatu pelaku ekonomi dapat memproduksi secara lebih efisien apabila skala produksi senakin besar.
3.      Adanya perbedaan dalam laju kemajuan teknologi {technological progress}.
Karena keunggulan komparatif sangat di pengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, maka factor-faktor di atas merupakan hal yang sangat fundamental dalam menentukan pola perdaganggan internasional.dalam bahasa yang lebih sederhana, keunggulan komparatif menurut samuelson dan willyam {1993} menyatakan bahwa Negara sebaiknya menspesialisasikan dirinya dalam produksi dan ekspor barang-barang yang bias dihasilkanya denggan biaya yang relative murah, dan mengimpor barang-barng yang jikalau dihasilkan sendiri maka memerlukan biaya yanmg relative lebih mahal.
Apabila di perhatikan secara lebih mendalam lagi, maka dalam konteks pengembangan ekonomi nasional yang berbasis pada sumber daya {resourcbased economiy}, teori keunggulan komperatif memberikan dasar arah yang jelas hanya saja beberapa kelemahan asumsi pada teori tersebut perlu mendapat perhatian dan antisipasi yang tepat.

b.      Strategi pengembangan sumberdaya
Kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang mengandalkan pada sumberdaya luar dan bukan sumber daya local adalah pemicu kebangkrutan kinerja ekonomi Indonesia srategi kebijakan”footloose industry” yang mengandalkan pada sumber daya luar terbukti telah membawa malapetaka pada kehidupan perekonomian Indonesia. Karena itu srategi kebijakan pengembangan ekonomi berlandaskan pada sumberdaya lokal/ domestic atau di kenal dengan “resource-based economy” bagi Indonesia adalah kebijakan yang tepat. Secara lebih spesifik, membanggun ekonomi nasional, yang bertumpuk pada pertanian adalah tepat untuk memulihkan kondisiprrekonomian nasional.
Secara lebih spesifik, pembanggunan ekonomi nasional bertumpuk pada pertaniaan adalah tepat untuk memulihkan kondisi perekonomian nasional. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa:
1.      Sumberdaya pertaniaan, khususnya lahan subur dan sumberdaya perairan domestic tersedia cukup melimpah.luasnya lahan subur dan luasnya perairan, baik perairan di darat maupun laut, yang belum dimanfaatkan secara optimal, merupakan faktor produksi yang potensial untuk didaya gunakan secara maksimal.
2.      Ketersaingan tenaga kerja, meskipun secara kualitas tenaga kerja sektor pertaniaan modern dalam arti luas dirasakan mash blm memadai, namun dengan kebijakan pendidikan sumber daya manusia yang tepat dan memadai, bukan tidak mungkin kelemahan pada kualitas ini di perbaiki dan tersebar secara merata di nusantara
3.      Proses penggolahan primer/pasca panen dan pengembanggan agro-industri akan membarikan nilai tambah yang sangat besar.
4.      Pasar domestic produk pertanian primer dan olahan cukup besar. Berdasarkan uraiyanya, bahwa pasar domestic yang besar merupakan modal besar yang sanggat besar untuk memanfaatkan skala ekonomis, yang pada giliranya dapat bersaing denggan Negara lain di pasar internasional.
5.      Sumbernya pertaniaan adalah sumber daya yang dapat diperbaharui. Sifat sumber daya pertaniaan yang demikain merupakan modal besar bagi upaya kea rah pembanggunan orgo-industriberkelanjutan
 
c.       Upaya penanggulangan biaya tinggi
Ekonomi biaya tinggi dari sisi kelembagaan adalah salah satu hambatan pokok dari proses pemulihan perekonomian. Penyebab diidentifikasi adalah modal dari penyelenggaraan Negara dan pelaku pembanggunan, sehingga ditetapkanya UU no.28/1999. namun bias juga, penyebabnya adalah kekeliruan mendasar dalam merancang teori pembangunan.
Menurut eggertsson{1994} biaya transaksi sangat esensiaal untuk menjelaskan hubunggan antara institusi dan evisiensi produk
Biaya transaksi berbeda dengan biaya produksi. yang termaksud dalam biaya transaksi adalah :
1.      Biaya untuk memperoleh informasi.
2.      Biaya untuk menentukan atau menyusun posisi tawar
3.      Biaya tawar menawar untuk mencapai sebuah keputusan
4.      Biaya agar keputusan yang telah dibuat dapat di taati
Sementara itu dahlman dalam griffin {1991} memisahkan biaya transaksi ke dalam :

1.      Biaya mencari informasi
2.      Biaya tawar menawar dan penggambilan keputusan
3.      Diaya pelaksanaan komitmen keputusan yang telah di buat

d.      Arahan konseptual
Dari pembahasan sebelumnya, di pahami bahwa biaya transaksi berkaitan erat dengan informasi yang tidak sempurnah baik itu harga kualitas produk atau pelayanan, dalam suatu system pengembanggan ekonomi.
Dalam tataran konsepsional, rekayasa atau reformasi kelembagaan dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, salah satunya:
·         Pilihan yang sifatnya strategic akan di hadapkan pada strategi.

e.       Aplikasi di daerah
dalam aplikasinya, membangun kapasitas kelembagaan kemasyarakatan yang dalam ruang lingkup yang luas merupakan keharusan yang tidak ditawar lagi.
Pada penjabaran operasional di daerah, untuk menggurangi tingginya biaya transaksi pada pembangunan ekonomi berlandaskan sumber daya local perlu di tempuk kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
1.      Pembangunan fisik prasarana dan sarana perhubungan serta infrastruktur dan komunikasi public secara luas akan lebih meningkatkan akses masyarakat ke sumber sumber informasi
2.      Penambahan dan perluasan pelatihan teknis dan penyuluhan manajerial untuk meningkatkan sumber manusia di tingkat lokal

f.       Rekomendasi
Dari yang telah dikomperhensifkan tentang perekonomian daerah, maka upaya penangulangan ekonomi biaya tinggi dapat di rekomendasikan sebagai prioritas yang mencakup tiga hal mendasar
1.      Revisi teori pembangunan
2.      Reformasi komunikasi pembangunan
3.      Simplifikasi regulasi di daerah
Akhirnya kita sependapat bahwa meskipun upaya peningkatan daya saing bangsa dalam perekonomiaan global sangat penting, namun tidak kala pentingnya adalah upaya mewujudkankeadilan social bagi seluruh rakyat indonesia



                                                                                                    
B.      MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

1.      Pengertian manajemen sumber daya manusia
manajemen telah banyak disebut sebagai “seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Defenisi ini, dikemukakan oleh Mary Parker Follett, mengandung arti bahwa pera manajemen mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlakukan, atau dengan kata lain dengan tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.
Manajemen memang dapat mempunyai pengertian lebih luas dari pada itu, tetapi defenisi di atas memberikan kepada kita bahwa kita terutama mengelolah sumber daya manusia bukan material.di lain pihak, manajemen mencakup fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan, dan pengawasan.
Menurut flippo manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kebgiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat
Manajemen sumber daya manusia merupakan penmarikan, seleksi, pengembanggan, pemeliharaan, dan penmggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi.
Jujuan manajemen prsonalia adalah untuk memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif, untuk m,encapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukan bagaimana perusahaan mendapat, mengembangkan, menggunakan, mengefaluasi, dan memelihara kariawan dalam jumlah dan tipe yang tepat
Bidang personalia ini mempunyai dua fungsi pokok, dimana fungsi pertama berkaitan dengan fungsi kedua :
1.      Untuk menjalani kerja sama dalam pengembangan dan administrasi berbagai kebijakan yang mempengaruhi orang-orang yang membentuk organisasi dan
2.      Untuk membentuk para manajer mengelolah sumber daya manusia

2.      Efektifitas manajemen personalia
Manajemen personalia merupakan suatu sup system utama semua organisasi. Efektifitas subsistem ini dapat di efaluasi dalam pengertian terhadap efektifitas dengan manaorganisasi mencapai tujuan-tujuan tertentu

3.      Ruang lingkup kegiatan manajemen personalia
Kegiatan-kegiatan personalia adalah tindakan-tindakan yang di ambil untuk memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektf. Sebagai contoh, pemberian konfensasi adalah suatu proses yang mempengaruhi semua fungsi personalia.
Setelah organisasi merancang dan merancang kembali pekerjaan-pekerjaan, berbagai upaya di buat untuk mengestimasi kebutuhaqn-kebutuhan sumber daya manusia organisasi di waktu akan dating melalui suatu kegiatan yang disebut perencanaan sumber daya manusia

Senin, 11 Juli 2011

Problem Kelembagaan Transisi Demokrasi di Daerah

         Demokrasi

            Demokrasi dalam aengertian Yunani kuno adalah the rule of the people (pemerintahan rakyat).saat ini demokrasi tleh merambah dalam berbagai ranah kehidupan: politik, ekonomi, dan budaya.fenomena globalisasi, kekayaan informasi, dan teknologi adalah adalah pertunjukan demokrasi. Budaya juga di rasuki prinsip demokrasi, di mana yang berperan, bukan lagi kualitas tetapi kuantitas. Perubahan demokratisasi ini di sebabkan oleh tiga hal refolusi teknologi, perkembangan klas menengah, dan runtuhnya system-sistem dan idiologi-idiologi altarnatif. Di atas segalanya, amerika serikat memberikan sumbangan paleng besar untuk perubahan ketiganya. Refolusi informasi, misalnya pada tahun 1920-an informasi menjadi corong sentralisasi. Itulah sebabnya gerakan-gerakan perebutan kekuasaan selalu terpusat pertama kali kepada sumber informasi
            Demokrasi dalam pengertian masyaragkat barat merujuk pada konsep demokrasi liberal: bukan hanya ditandai oleh pemelihan umum yang bebas dan adil, melainkan juga adanya “rule law”. Defanisi ini sangat berbeda dalam fakta, dimana demokrasi tidak selalu berjalan seiring dengan kebebasan.
            Oleh karenanya, demokrasi manjadi terlalu simplistic jika hanya didefenisikan tarbatas pada pemenuhan hak-hak politik, ekonomi, social, dan agama. Demokrasi procedural juga begitu. Fareed zakaria memberikan penekanan bahwa demokrasi seharusnya hanya bermakna sebuah pemerintahan yang baik.
             Berbeda dengan demokrasi, liberalisme konstitusional bukanlah prosedur seleksi pemerintahan, malainkan lebih sebagai hasil-hasil pemerintah liberalisme konstitusional merujuk pada sejarah berat yang menjaga otonomi dan martabat individu untuk melawan paksaan agama, gereja, dan masyarakat. Di sebut liberal karena menggambarkan ketegangan filosofis sejak yunani dan romawi yang menekankan kebebasan individu
Dengan kata lain juga, definisi sederhana itu dalam perkembangannya mengalami kemerosotan makna ( pejoratif ). Dalam berbagai literatur ilmu politik konsep demokrasi dikaji dan dimaknai dengan dua pendekatan yang berbeda. Yang pertama kali muncul adalah pendekatan klasik- normatif yang lebih banyak mebicarakan tentang ide- ide dan model- model demokrasi secara substantif. Pendekatan ini mengikuti garis pemikiran klasik – dari zaman Yunani  kuno, abad pertengahan sampai pada pemikiran sosialisme Karl Marx – yang memaknai demokrasi sebagai sumber wewenang dan tujuan ( kerangka preskripsi  secara normatif untuk sistem politik). Pendekatan klasik normatif mendefinikan demokrasi dengan term kehendak rakyat sebagai sumber atau alat untuk mencapai tujuan kebaikan bersama.
Karena diilhami oleh banyak tradisi pemikiran, pendekatan klasik normatif memaknai dan mengukur demokrasi secara maksimalis dengan memasukan unsur- unsur nonpolitik (sosial, ekonomi dan budaya). Kebebasan sebagai esensi dalam demokrasi, tidak hanya diterjemahkan sebagai kebebasan politik (berbicara, memilih, berkumpul, berorganisasi) tetapi juga kebebasan sosial ekonomi (yakni bebas dari berkeadilan, kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, keterbelakangan dan sebagaimnya) para pemikir tradisional pencerahan seperti Rousseau dan Jhon Struat Mill, hingga pemikiran radikal seperti Karl Marx sepakat bahwa ketimpangan sosial ekonomi merupakan kendala bagi persamaan politik dan demokrasi. dengan kata lain suatu negara yahng diwarnai dengan ketimpangan sosial ekonomi tidak bisa dikatakan demokratis meski kebebasan politiknya terjamin.
Disisi lain pendekatan klasik normatif sangat memperhatikan elemen konstitusi dan gagasan rule of law  untuk mengatur prosedur kelembagaan, hak dan kewajiban rakyat (warga negara) serta untuk membatasi penggunaan kekuasaan sehingga mereka tetap berkuasa atas kehendak rakyat. Akan tetapi pendekatan klasik normatif mulai kehilangan pengaruh dihadapan ilmuan politik ketika studi demokratisasi berkembang sejak hakir dekade 1970-an. Pendekatan ini hanya digunakan oleh para ilmuan yang membicarakan ide – ide, wacana dan model - model demokrasi.
            Secara umum demokratisasi mencakup beberapa proses atau tahapan Pendekatan empirik minimalis yang menjadi basis pemikiran studi demokrasi di daerah lebih mengacu pada konstruksi teorinya Robert A. Dahl. Dahl menawarkan sebuah konsep demokrasi minimalis yang disebut sebagai ”poliarkhi”. Di dalam poliarkhi ada sebuah derajat kontestasi publik yang tinggi (liberalisasi) maupun partisipasi (Inklusivitas). Untuk menjamin bekerja mekanisme poliarkhi, Dahl menyatakan bahwa rakyat harus diberi kesempatan untuk:
1.      merumuskan pilihan (perferensi) atau kepentingannya sendiri
2.       memberitahukan perferensinya itu pada sesama warga negara dan pemerintah lewat tindakan individual maupun  kolektif
3.       mengusahakan agar kepentingannya itu pertimbangannya secara setara dalam proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak ada diskriminasi berdasarkan isu atau asalnya .
Derajat pemetaan tentang transisi demokrasi pada pemerintahan di daerah tersebut dapat bagi kedalam beberapa varian berdasarkan bentuk pola pemerintahannya dan lembaga- lembaga yang ada dalam daerah tersebut. Demokrasi disini dapat di tempatkan sebagai variabel kontinu bukan dikotomis dengan nondemokrasi yang dipilah menjadi tiga  yakni demokrasi (penuh), semi demokrasi dan nondemokrasi.
sistem politik dikatakan demokrasi bila memenuhi tiga kriteria yang ditetapkan oleh Diamond. Derajat dibawahnya adalah semidemokrasi atau disebut sebagai demokrasi yang terbatas (restricted democracy), yang ditandai oleh:
1.                           tingkatan substansial kompetisi dan kebebasan politik tetapi kekuasaan efektif  pemimpin- pemimpin yang terpilih sangat terbatas dan ada harapan dari perferensi publik;
2.                           kekebasan sipil dan politik sangat terbatas dimana oreantasi dan kebebasan politik tidak bisa mengorganisir dan mengekspresikan kebebasan itu. Sementara derajat yang paling rendah adalah nondemokrasi yakni rezim yang tidak memberikan kesempatan berkompetisi dan berpartisipasi secara bebas.
Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada “Raad” atau dewan masyarakat-masyarakat daerah pertama kali dibentuk. Dari proses transisi tersebut nantinya dapat membantu membingkai proses tumbuhnya komunitas yang ada dalam pemerintahan daerah

        Menjelaskan Transisi Menuju Demokrasi

Dalam detour pada konsep demokratisasi yang didalamnya akan mencakup transisi, liberalisasi, instalasi dan konsolidasi demokrasi. demokratisasi adalah jalan atau proses perubahan dari rezim nondemokratis menjadi rezim demokratis.
Menurut samuel Huntington, demokrasi pada tingkatan sederhana mencakup :
1.      berakhirnya sebuah rezim otoriter;
2.      dibangunnya sebuah rezim demokrartis
konsolidasi rezim demokratis. Dalam membingkai kerangka konseptual ini dapat mengikuti konsep teoritis demokratisasinya Dahl, yaitu demokratisasi berarti proses perubahan rezim otoritarian (hegemoni tertutup) yang tidak memberikan kesempatan partisipasi dan liberalisasi menuju poliarkhi yang memberikan derajat kesempatan partisipasi dan liberalisasi lebih tinggi rumit tetapi saling berkaitan, dari liberalisasi, transisi, instalasi dan konsolidasi. liberalisasi adalah proses pengefektifkan hak- hak politik yang melindungi individu- individu dan kelompok sosial dari tindakan sewenang-wenang dan tidak sah dari negara atau pihak ketiga. Liberalisasi seperti dalam konseptualisasi Dahl (1971) mencakup konstelasi publik dan partisipasi dalam prosedur kelembagaan semacam pemilihan umum serta terbukanya kesempatan publik unutk mengekspresikan kebebasan politinya (kebebasan berbicara, berkumpul dan berorganisasi ) akan tetapi liberalisasi tidak sama dengan demokratisasi, meski ia muncul dalam proses transisi, liberalisasi tidak mesti diikuti dengan instlasi demokrasi yang penuh (fully democracy). Tanpa jaminan bagi kekebasan individu dan kelompok yang inheren dalam liberalisasi, demokratisasi mungkin diturunkan derajatnya menjadi sekedar formalisme dalam sistem semi demokrasi/demokrasi terbatas (restricted democracy). Disisi lain tanpa pertanggungjawaban terhadap rakyat dan minoritas pemilih yang telah terlembaga dibawah demokrasi liberalisasi akan mudah dimanipulasi dan bahkan dibatalkan demi kepentingan mereka yang duduk di pemerintahan
Tahapan dari liberalisasi adalah transisi, transisi disini didefinisikan sebagai titik awal atau interval (selang waktu) proses perjalanan pemerintahan di daerah diantara berbagai periode kekuasaan pemerintahan mulai dari masa penjajahan Belanda, Jepang, Orde Lama, Orde Baru Dan masuk pada rezim yang lebih demokratis yaitu pada masa reformasi. Dalam artian lain transisi yang dapat di lihat disini adalah pengesahan (instalasi) lembaga- lembaga politik pada pemerintahan di daerah dan aturan politik baru di bawah payung demokrasi. Tetapi seperti halnya liberalisasi, transisi tidak mesti berakhir dengan sebuah instalasi kerangka demokrasi seperti konsep Dahl yang di pakai, sebaliknya bisa saja nanti dari hasil temuan dilapangan, bisa saja tercipta rezim otoritarian baru dalam menjelaskan dinamika pemerintahan daerah, atau bisa saja sifat dari demokrasi tersebut  lebih ke semi demokrasi. 
Walaupun Gelombang demokratisasi sejak akhir dekade 1970-an  hingga 1990-an dan merupakan objek yang paling menarik bagi para ilmuan politik, akan tetapi saya perlu melontarkan beberapa kritik awal bahwa sebahagian besar studi demokratisasi seperti dalam karyanya Huntington, Juan Linz, Seymour Martin Lipset, O’Donnel dan sebagainya sangat diilhami oleh ’semangat’ Eropa Selatan dan Amerika Latin dan tidak semuanya cocok dijadikan sebagai rujukan bagi studi demokrasi di wilayah pemerintahan daerah di Indonesia. Sejumlah kajian demokratisasi umumnya masih terombang- ambing antara kajian ideografis (melalui metode deskriptif- historis yang mendalam mengenai kejadian dan aktor) dan renungan abstrak dan normatif tentang prinsip- prinsip demokrasi yang didukung oleh sedikit bukti yang sistematis. Kajian ideografis ini memang memberikan sumbangan yang berharga karena akan menjelaskan apa yang disebut oleh Dahl ’profil negeri’ dengan meliputi beberapa unsur pluralisme subkultur, tatanana sosial dan ekonomi. Akan tetapi kelemahan yang mendasar dari kajian ideografis ini adalah ketidakmampuan menarik suatu generalisasi (nomotetik) yang punya kekuatan eksplanasi dan prediksi secara memadai dan komparatif.
sejauh yang dapat di lihat terdapat perspektif utama yang menjelaskan proses transisi menuju demokrasi pada politik daerah di Indonesia yaitu terletak pendekatan kontigensi elite.
Pendekatan kontigensi yang sepenuhnya berpusat pada strategi dan pilihan- pilihan kontigen akor atau elite politik.
 politik dalam proses menuju transisi demokrasi. Masih banyak karya lain yang terfokus pada peran aktor ( elite) politik dalam proses transisi menuju demokrasi, karya huntington (1991) misalnya mengulas bhwa keberhasilan demokratisasi sangat bergantung pada kemampuan elite ”pembaharu liberal ” dalam pemerintah untuk mengakali pola- pola yang mapan.
Dalam konteks indonesia, Harold Crouch adalah analisis yang menggunakan pendekatan kontigensi untuk mengkaji prospek demokrasi. dengan menolak- lemen- elemen sosio – ekonomi, struktur kelas, budaya, tekanan eksternal dan kekuatan oposisi, Menurut  Crouch selama elite tetap terbagi dan persaingan mereka melibatkan mobilisasi dukungan nonelite, ada kemungkinan sistem akan menjadi lebih terbuka dan liberal. Fenomena ini akan  semakin terlihat dengan jelas bahwa konflik elite membawa efek liberalisasi terbatas, seperti dalam bentuk keterbukaan politik semakin dinamis. semakin lama situasi ini berlangsung reformasi akan semakin menjadi melembaga dan elite akan semakin terbiasa dengan kompetisi politik. ”tindakan elite ” sebagai variabel terdepan yang sangat menentukan transisi, sebab transisi menuju demokrasi tidak hanya berkaitan dengan ”apa yang mendorong” tetapi juga ” siapa yang mengawali”.
Dalam perspektif elitis terdapat dua macam pendekatan teoritis yang berlainan dalam menerangkan keberadaan kelompok elite. Teori pertama kelompok elite dianggap lahir dari proses alami. Mereka adalah orang- orang yang terpilih yang memang dikaruniai dengan kepandaian dalam memecahkan persoalan hidup. Dengan demikian kelompok ini lahir bukan karena mereka menempati posisi strategis dalam masyarakat, tetapi karena memiliki kapasitas personal yang lebih potensial unutk menempatkan posisi itu. Dalam pendekatan teoritis yang kedua kelompok elite dikonsepsikan sebagai orang- orang yang terpilih menempati fungsi- fungsi penting dalam organisasi sosial, mereka diberi wewenang dan dipercaya untuk menjaga dan mengontrol ekonomi politik.
Untuk melihat proses terbentuknya komunitas elite di daerah dalam masa transisi demokrasi, dua pendekatan teoritis diatas dapat di bagi menjadi dua periodesasi masa transisi demokrasi daerah yaitu
1.teorisasi elite yang pertama di pakai untuk menganalisa komunitas elite politik didaerah mulai dari sebelum indonesia merdeka, karena sifat dari pembentukan elitenya lebih didasarkan pada pemilihan yang alami dimana jabatan tersebut diserahkan langsung sesuai dengan kapasitas yang dia miliki.
2.teorisasi elite yang kedua saya pakai untuk menganalisa terbentuknya komunitas baru elite politik setelah indonesia merdeka, dimana sirkulasi elitenya sudah didasarkan pada kompetisi.
Menurut Dahl supaya pemerintah bisa tanggap terhadap rakyat atau supaya pemerintah bisa berperilaku demokratis, maka rakyat harus diberikan kesempatan untuk:
1.         merumuskan preferensi atau kepentingannya sendiri.
2.         memberitahukan preferensi tersebut kepada sesama warga negara dan kepada pemerintah melalui tindakan individual atau kolektif.
3.         mengusakan agar kepentingan itu di pertimbangkan secara setara dalam proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak diskriminasi berdasarkan isi dan asal usulnya.
Ada keyakinan saya untuk melihat cara pandang desentralisasi dan demokrasi daerah untuk memaknai dan membingkai sebuah komunitas baru elite politik di daerah karena desentralisasi dan transisi demokrasi daerah yang di kemukakan di sini mempunyai misi:
1.  nagari dapat dipahami dengan kerangka pemerintahan sendiri yang berbasis (self-governing community). sebuah formasi pemerintahan otonom yang melekat pada daerah sejak lama.daerah adalah suatu kesatuan geneologis dan teritorial yang menjadi dasar terbentuknya berbagai sistem dalam kehidupan bermasyarakat meliputi sistem pemerintahan, ekonomi, sosbudaya. Artinya daerah mempunyai otonomi (kemandirian) dalam membangun organisasi kekuasaan dan pemerintahan, keleluasaan mengambil keputusan daerah, mengelola sumberdaya daerah, mengelola interaksi sosial, mempunyai pola pengelolaan konflik dan sistem peradilan.
2.  ketika daerah sudah masuk ke dalam formasi besar negara-bangsa, maka konsep subsidiarity sangat penting untuk memaknai ulang keberadaan daerah (1903-2007). otonomi daerah sekarang adalah “pemberian” negara. Karena itu, untuk membangkitkan (revitalisasi) semangat “republik kecil”, konsep subsidiarity adalah jawabannya. Sebagai sebuah prinsip politik, subsidiarity bukan sekadar berbicara tentang pembagian kewenangan ke unit pemerintahan yang lebih rendah, melainkan berbicara tentang pengambilan keputusan dan penggunaan kewenangan secara mandiri oleh unit pemerintahan atau komunitas yang paling rendah

  problem yang di hadapi

ada beberapa problem-problem yang di mana terkait dengan demokrasi di daerah, yaitu sebagai berikut :
1.      masih terkait dengan system politik
2.      pelaksanaannya mash terikat dengan aturan-aturan formal yang terdapat dalam konstitusi
  1. harus ditentukan dari sejauh mana nilai- nilai lokal yang tidak bertentangan dengan demokrasi yang mendapat tempat dan diserap sebagai bahan pokok untuk menjalankan kehidupan yang demokratis. Demokrasi seharusnya membutuhkan sebuah ”pembumian” makna dimana setiap prilaku yang terkait dengan publik dan interaksi sosial politik didalamnya didasari oleh nilai- nilai utama demokrasi seperti partisipasi dan akuntabilitas. Jika tidak maka pelaksanaannya tidak maksimal dan ini menjadi problem dari kelembagaan transisi di daerah

kinerja pemerintahan Daerah


TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH
Kinerja merupakan salah satu bentuk tata kerja dalam suatu organisasi / pemerintahan yang sistematis, tersuktur dan terarah.
Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara kesatuan republik Indonesia sebagai mana di maksud dalam undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945. Adapun bagian-bagian pemerintah daerah, gubernur, bupati atau wali kota, dan perangkat daerah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan di daerah dan ini adalah buah hasil dari reformasi dengan adanya otonomisasi.
Satuan kerja perangkat daerah selanjutnya di singkat SKPD adalah perangkat daerah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan pemerintah daerah. Ada juga laporan pemerintah daerah selanjutnya di singkat LPPD adalah laporan atas penyelengaraan pemerintah daerah dalam kurun waktu satu tahun anggaran berdasarkan rencana kerja pembangunan daerah yang di sampaikan oleh kepala daerah kepada pemerintah.
Kinerja penyelegaraan pemerintahan daerah adalah capainya atas penyelengaraan urusan pemerintahan daerah yang di ukur dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. efaluasi penyelengaraan pemerintahan daerah selanjutneya di singkat EPPD merupakan suatu proses pengumpualan dan analisis data secara sistemats terhadap kinerja pemerintahan daerah, kemampuan penyelengaraan otonomi daerah dan kelengkapan aspek-aspek penyelengaraan pemerintahan pada daerah yang di bentuk.
Efaluasi kinerja penyelengraan daerah selanjutnya di singkat EKPPD merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelengaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja. Sistem pengukuran kinerja yang digunkan untuk pengukur, menilai dan membandingkan secara sistematis dan berkesinambungan atas kinerja pemerintahan daerah.   
Adapun beberapa Indikator yang sangat mempengaruhi kinerja pemerintah daerah sebagai berikut :
a.       Indikator kerja, merupakan alat ukur spesifik secara kauantitatif yang terdiri dari unsure masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan dampak yang menggambarkan tingkat kecapaian kinerja suatu kegiatan
b.      Indikator kinerja kunci yang di mana di singkat IKK merupakan suatu indikator kinerja utama yang mencerminkan keberhasilan penyelengaraan suatu urusan pemerintahan.

 PENATAAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH
Sejalan dengan ditetapkannya undang-undang no 22 tahun 1999 telah mengakibatkan perubahan kewenagan pemerintah pusat dan daerah yang berimplikasi pada terjadinya perubahan beban tugas dan struktur organusasi yang mewadainya, dalam era transisi ini depdagri dan otonomi daerah terus berusaha untuk memperbaiki manajemen pemerintahan dengan melibatkan unsur pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota.
Perangkat daerah adalah organisasi / lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah dalam penyelengaraan peemerintahan yang terdiri dari
1.      Sekertaris daerah
2.      Dinas daerah
3.      Lembaga tehnis daerah
4.      Kecamatan
5.      Serta kelurahanDan organisasi perangkat daerah ini ditetapkan dengan peraturan daerah (perda)

PERSFEKTIF RUANG LINGKUP KINERJA PEMERINTAH DAERAH
Untuk mencapai apa yang telah di tuangkan dalam RPJM daerah yang dimana terdapat aspek perspektif yang sangat mempengaruhi fitalitas pembagunan daerah serta kinerja aparatur pemerintah daerah dalam mencapai hasil yang efektif dan efisien. Di tinjau dari :
1.      Aspek sumber daya manusia
2.      Aspek sumber daya alam
Pada umumnya daerah memiliki sumberdaya alam yang cukup memadai dan bahkan sangat potensial, masalah yang di hadapi adalah kemampuan sumber daya manusia yang masih minim untuk menjawab serta mengelola sumber daya alam yang ada.
·         Aspek sumber daya manusia
Dalam rangka memajukan iklim birokrasi dan pembangunan di daerah, ada beberapa indikasi yang sangat mempengaruhi antara lain :
1.4  Aspek ekonomi
1.5  Aspek sosial budaya
1.6  Aspek politik
1.7  Aspek hukum


 KINERJA BIROKRASI PADA PEMERINTAH DAERAH
Birokrasi menurut  max weber adalah pengorganisasian yang tertip tertatah dan teratur dalam hubungan kerja yang berjenjang serta mampunyai prosedur kerjaa yang tersusun dalam suaatu organisasi
Rentang birokrasi pada pemerintah daerah terlampau panjang dan berbelit-belit yang bersumber dari beberapa kalangan birokrat yang selalu menghambat kinerja birokrasi itu sendiri. Birokrasi seolah-olah memberi kesan adanya suatu proses panjang yang berbelit-belit, apabila masyarakat akan menyelesaikan suatu urusan kepada aparatur pemerintah oleh karena itu kinerja birokrasi seringkali di pandang sebagai penghambat dalam penyelesaian suatu urusan.
Substansi pemerintahan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri atau dilayani, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai kemajuan bersama. Konsepsi ini memberikan indikasi bahwa pemerintah haruslah memiliki keberpihakan kepada masyarakat serta memberikan respon secara cepat terhadap kebutuhan masyarakat yang dinamis. Asumsi yang mendasari konsepsi ini adalah pemerintah yang ada dalam jangkawan masyarakat maka pelayanan yang di berikan menjadi lebih cepat responsip, akomonatif, inofatif produktif dan ekonomis. Apalagi hal ini sudah sesuai dengan penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana di atur dalam undang-undang no 32 tahun 2004 yang menekankan kepada prinsip-prinsip demokrasi dengan memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional.
Untuk itu dalam penataan birokrasi pemerintahan di daerah sangat di butuhkan suatu system yang terstruktur dan transparasi sesuai dengan mekanisme serta peraturan perundang-undangan yang telah di tetapkan. Namun pada kenyataanya seringkali kita temukan pada pemerintahan daerah hal-hal diluar mekanisme yang kita tau bisa merangsang kecemburuan social dan chaos yang ada serta berpengaruh pada kinerja birokrasi dalam pemerintahan itu sendiri. Contohnya penempatan birokrat yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang iya miliki karna itu juga sangat mempengaruhi.





Demokrasi dan Pemilu di Indonesia


System politik Indonesia telah mempraktikan beberapa system politik atas demokrasi, demokrasi sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang berarti “rakyat” dan kratos yang berarti “pemerintahan” demokrasi itu sendiri dapat di artikan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. System demokrasi politik mau tidak mau akan mempengaruhi tatacara pemilu yang ada di Indonesia.
hubungan strategis antara pemilu dengan demokrasi dalam konteks pelaksanaan pemilu di Indonesia juga menjadi topik yang dibahas secara mendalam. Seperti kita ketahui bersama bahwa perjalanan dan pengalaman pelaksanaan Pemilu dan Demokrasi di Indonesia baru berlangsung 6 (enam) dasawarsa. Sesungguhnya komitmen para founding fathers terhadap penyelenggaraan Negara, yang telah menggunakan sistem demokrasi, patut menjadi tonggak sejarah bahwa sejak lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah memegang prinsip-prinsip demokrasi. Meskipun pelaksanaan Pemilu di Indonesia baru terlaksana tahun 1955, yakni 10 (sepuluh) tahun kemudian setelah proklamasi tahun 1945. Pertimbangan ketidakstabilan politik, yang terjadi pada waktu itu menjadi alasan pokok belum memungkinkan diselenggarakan pemilu lebih cepat.
Pada tahun 1955 tersebut Indonesia melaksanakan pemilihan umum yang pertama dengan diikuti oleh lebih dari 10 (sepuluh) partai politik. Dalam catatan sejarah, pemilu tahun 1955 sebagai pemilu yang paling demokratis karena disamping  tidak ada korban jiwa juga berjalan dengan jujur, adil dan aman. Jika dibandingkan pemilu di era Orde Baru yang berjalan mulai tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997, sepanjang pelaksanaan pemilu tersebut, banyak peristiwa politik berdarah dan cukup mencekam bagi masyarakat Indonesia.

Sejarah Pemilu di Era Orde Baru yang dilaksanakan sebanyak 6 (enam) kali tersebut yang sangat fenomenal dalam pemilu Era Orde Baru tersebut, terpilih presiden yang sama yaitu; Jenderal Besar Mohammad Soeharto. Sedangkan di era reformasi pemilu diselenggarakan tahun 1999 dan tahun 2004. Pada saat penggantian Rezim Orde Baru ke Reformasi terjadi penggantian Presiden sebanyak 4 (empat) kali. Presiden B.J. Habibie sebagai presiden masa transisi tahun 1998 s/d 1999 dan Presiden Abdulrahman Wachid tahun 1999 s/d 2001 hasil pemilu tahun 1999. Oleh karena terjadinya peristiwa politik, timbulnya mosi tidak percaya dari rakyat, maka Presiden Abdulrahman Wachid diberhentikan dari jabatan presiden, melalui Sidang Istimewa MPR. Kemudian dilanjutkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri tahun 2001 s/d 2004. Adapun pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dalam sejarah politik di Indonesia yaitu memilih presiden secara langsung. Hasil pemilu tahun 2004 sebagai presiden terpilih secara demokratis adalah Susilo Bambang Yudhoyono dengan M. Yusuf Kalla sebagai wakilnya.

Pada Pemilu 2004 di ikuti oleh 24 partai dan di bagi menjadi 3 tahap yaitu sebagai berikut :
1.      Pemilu legislative di lakukan pada 5 april 2004, yaitu pemilu untuk memilih partai politik , di ikuti oleh 24 partai politik dengan anggota yang akan dijadikan menjadi calon DPR, DPRD, dan DPD.
2.      Pemilu presiden putaran ke dua, pada 5 juli 2004 di laksanakan untuk memilih calon presiden dan wakil presiden secara langsung.
3.      Pemilu presiden putaran ke tiga, pada 20 september 2004 adalah tahap terakhir yang dilaksanakaan apabila tahap kedua belum ada calon presiden dan wakilnya yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen.

Mencermati perkembangan pemilu demi pemilu di Indonesia yang sudah dilaksanakan sebanyak 9 (sembilan) kali, seharusnya membuat masyarakat dan bangsa Indonesia semakin cerdas dalam menjalankan etika dan moral politik yang menjadi dasar dalam mengimplementasi Konsep Sistem Politik yang demokratis. Namun peristiwa politik berupa insiden kekerasan dan konflik sosial masih mewarnai dalam pelaksanaan pemilu. Fenomena penting yang perlu dicermati perkembangan dalam pemilu terutama dalam pemilu gubernur  dan bupati/walikota disamping sering timbul konflik horizontal juga diwarnai money politik dan high cost. Padahal tujuan utama pemilu memberikan proses pendidikan politik warga negara dan pendemokrasian politik, sosial dan ekonomi. Namun ternyata hasilnya, menunjukan bahwa, partisipasi masyarakat terhadap pemilu masih rendah, berbagai daerah jumlah pemilih yang tidak melaksanakan hak pilihnya alias golput masih diatas 40% dan bahkan ada beberapa daerah mendekati angka 50%. Pemimpin yang terpilih juga sebagian besar tidak mencerminkan aspirasi rakyat dengan indikasinya para kepala daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) terpilih di samping tidak profesional dan kompeten juga banyak yang terlibat dalam kasus hukum (korupsi).

Barangkali pemilu yang terlalu sering dilaksanakan membuat masyarakat jenuh dan apatis. Apalagi hasil pemilu tidak kunjung memberikan peningkatan taraf hidup masyarakat dan bahkan kehidupan masyarakat semakin hari semakin mengalami kesulitan. Pemilu masih hanya sekedar menjalankan proses politik secara prosedural, hanya digunakan untuk pelegitimasian saja, belum secara substansial. Jadi pemilu masih menjadi permainan para elite politik saja, dan belum menyentuh kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera. Meskipun pemilu sudah berjalan selama 6 (enam) dasawarsa lebih selama usia Republik ini, kenyataannya belum bisa memberikan jaminan terselenggaranya stabilitas politik dan ekonomi, yang menopang terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Sehingga menjadi pertanyaan besar apakah sistem pemilihannya yang salah atau para elite politik yang tidak istiqomah menjalankan kewajiban sebagai seorang negarawan, yang menduduki kursi sebagai pejabat publik.
Dengan demikian bagaimana mendesain sistem pemilu yang bisa mendorong terwujudnya praktek demokrasi yang berkualitas. Demokrasi memang suatu konsep politik yang menjadi harapan semua pihak bahwa dengan terciptanya sistem demokrasi yang dipraktekkan suatu negara mampu memperbaiki keadaan ekonomi dan politik, seperti disebutkan diatas. Namun implementasi demokrasi di setiap negara hasilnya berbeda-beda. Seperti misalnya di India yang sudah ratusan tahun menerapkan demokrasi, tapi keadaan rakyatnya masih tetap miskin. Akan tetapi di Cina negara komunis yang sangat otoriter berhasil membangun ekonominya dengan spektakuler yaitu pertumbuhan ekonomi mencapai 9% di tengah krisis  keuangan global yang melanda di hampir semua  negara termasuk Indonesia yang terkena dampaknya. Sesungguhnya secara teoritis menurut Jeff Haynes (1997) ada 3 (tiga) macam sebutan demokrasi yaitu : pertama; demokrasi formal (formal demoracy) dalam kehidupan demokrasi ini secara formal pemilu dijalankan dengan teratur, bebas dan adil. Tidak terjadi pemaksaan oleh negara terhadap masyarakatnya. Ada kebebasan yang cukup untuk menjamin dalam pemilihan umum. Namun demokrasi formal tersebut belum menghasilkan sebagaimana yang diinginkan masyarakat yaitu; kesejahteraan masyarakat yang didukung terwujudnya stabilitas ekonomi dan politik. Model demokrasi seperti ini kemungkinan bisa dianalogikan dengan situasi dan kondisi di era reformasi saat ini yang tengah berlangsung. Kedua; demokrasi permukaan (Façade Democracy); yaitu demokrasi seperti yang tampak dari luarnya memang demokrasi, tetapi sesungguhnya sama sekali tidak memiliki substansi demokrasi. Demokrasi model ini kemungkinan lebih tepat jika dianalogikan dengan situasi  dan kondisi demokrasi pada masa Orde Baru. Ketiga; demokrasi substantif (Substantive Democracy), demokrasi model ini memberikan ruang yang lebih luas bagi masyarakat, mungkin saja di luar mekanisme formal. Sehingga kebebasan yang dimiliki masyarakat mampu mendapatkan akses informasi yang akurat dalam pengambilan keputusan penting oleh negara atau pemerintah. Jadi demokrasi substantif tersebut memberikan keleluasaan yang lebih dinamis tidak hanya demokrasi politik saja seperti selama ini dirasakan, tapi juga  demokrasi sosial dan demokrasi ekonomi.
Model demokrasi substantif ini merupakan konsep yang menjamin terwujudnya perbaikan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Jika demokrasi substantif bisa diwujudkan, barangkali dapat disebut sebagai demokrasi yang berkualitas. Karena implementasi demokrasi model ini mampu menyentuh kebutuhan masyarakat yang sangat mendasar yaitu nilai kebebasan yang memberikan akses di bidang ekonomi dan sosial, sehingga peningkatan taraf hidup masyarakat mampu bisa diwujudkan.

Adapun sudut pandang kegunaan dan keuntungan dengan menjalankan prinsip demokrasi menjamin kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas. Seperti yang disampaikan oleh Robert A. Dahl (1999) bahwa; pertama; dengan demokrasi, pemerintahan dapat mencegah timbulnya otokrat yang kejam dan licik; kedua; menjamin tegaknya hak asasi bagi setiap warga negara; ketiga; memberikan jaminan terhadap kebebasan pribadi yang lebih luas; keempat; dengan demokrasi dapat membantu rakyat untuk melindungi kebutuhan dasarnya, kelima; Demokrasi juga memberikan jaminan kebebasan terhadap setiap individu warga negara untuk menentukan nasibnya sendiri; keenam; Demokrasi memberikan kesempatan menjalankan tanggung jawab moral; ketujuh; Demokrasi juga memberikan jaminan untuk membantu setiap individu warga negara untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki secara luas; kedelapan; Demokrasi juga menjunjung tinggi persamaan politik bagi setiap warga negara; kesembilan; Demokrasi juga mampu mencegah perang antara negara yang satu dengan yang lain; kesepuluh; Demokrasi juga mampu memberikan jaminan kemakmuran bagi masyarakatnya.

Potret demokrasi seperti yang disebutkan diatas memerlukan perjuangan dan energi yang besar. Di samping itu perubahan paradigma yang juga diikuti oleh perubahan perilaku masyarakat dalam berdemokrasi merupakan suatu keniscayaan, jika bangsa ini ingin terbebas dari belenggu ketergantungan dari pihak manapun. Perubahan paradigma dan perilaku tersebut harus selalu sinergi dengan prinsip etika dan moral politik, budaya politik serta keteladanan para elite politik. Dengan demikian model demokrasi yang berkualitas seperti disebutkan diatas, akan terwujud jika sistem dengan menggunakan sistim distrik, atau sistim proporsional dengan menggunakan sistim daftar calon berdasarkan penentuan suara terbanyak. Sebab dengan sistem tersebut pertama; masyarakat akan lebih cenderung memilih figure dan tidak memilih  simbol partai politik, kedua; sistem ini menjamin terpilihnya wakil yang berkualitas, ketiga; hubungan wakil dan rakyatnya lebih dekat, keempat; wakil rakyat lebih independent dan berorientasi pada konstituennya.